HEALTHY LIFE x MIND YOUR (Palm Oil) CONSUMPTION
Setelah banyak mengalami sakit-sakitan, selama hampir dua tahun terakhir saya benar-benar memperhatikan kesehatan. Dua hal yang jadi prioritas adalah kualitas tidur dan kualitas makanan. Saya benar-benar mengupayakan untuk bisa tidur sebelum pukul 12 malam (meski ini benar-benar sulit karena sejak kuliah saya biasa jadi kalong, alias aktif bekerja dan belajar di malam hari). Saya juga mengambil waktu khusus untuk berolahraga, yaitu bulu tangkis (sekarang udah nggak bisa lagi sejak pandemik), bersepeda (jadi malas karena harus pakai masker keluar rumah, yang ada malah tambah ngos-ngosan), weightlifting (saya stick dengan 1kg kiri kanan untuk pemanasan dan 4kg kiri kanan untuk olahraga yang sesungguhnya), dan pilates (senam yang mirip yoga tapi berfokus untuk menguatkan body core muscle).
Nah yang terutama mau saya bahas adalah perihal makanan. Bicara soal makanan sehat ini saya rada malu sebenarnya, soalnya dari jaman bocah sampai udah kerjapun meteor garden (mie telur goreng sarden) udah hampir jadi menu rutin. Apalagi indomi terus berinovasi dengan aneka macam, membuat bubuhan kaum praktis macam saya ini tergoda untuk makan mie dengan rasa berbeda dari Senin-Minggu. Somehow, ketika memasuki usia 25 (which is 3 tahun lalu, jadi bisa tebak umur saya sekarang berapa), saya ngerasa banget perbedaan di fisik; rasanya semacam kayak tua bangka yang mudah capek dan encok. Itulah mengapa saya mulai memperhatikan kualitas makanan yang saya konsumsi. Saya mulai beralih ke organic food, membeli buah-buahan premium dan rutin mengkonsumsi vitamin.
“Mahal cuy, dia ulih ku mili.” Iya, betul. Yang berkualitas pasti mahal. Tapi sebagai seseorang yang sudah beberapa kali bolak balik rumah sakit akibat daya tahan tubuh lemah sementara kerja keras bagai kuda, saya rasa mengeluarkan sejumlah besar uang penghasilan demi makanan yang sehat dan berkualitas sangatlah worth it. Kita berani keluarkan uang untuk beli pakaian harga ratusan ribu, atau gadget harga jutaan, tapi beli vitamin harga 200 ribu rasanya nyut-nyut di hati. Padahal pakaian kalau rusak bisa diganti, gadget rusak bisa diperbaiki, tapi organ tubuh macam ginjal, liver, paru kalau udah rusak nggak ada cadangan serepnya cuy.
Ok deh, berikut beberapa perubahan bahan makanan yang aku lakukan:
1. Mengurangi porsi nasi. Bukan karena pengen diet atau apa, tapi nasi mengandung banyak banget karbohidrat dan glukosa. Berhubung di keluarga kami ada turunan diabetes, saya harus aware banget bahwa saya juga mungkin ada bibit penyakit serupa. Kecuali sedang acara keluarga, atau ada menu wadi dan tampuyak, atau lagi makan di warung (karena sayang kalau nggak dihabisin udah bayar mahal-mahal juga), maka saya hanya akan makan nasi kira-kira 1 sendok nasi.
2. Ganti camilan. Saya rajin membeli buah-buahan seperti premium dates(kurma), pear, buah naga, anggur. Kenapa nggak pepaya, jeruk atau semangka aja, kan lebih murah? Iya bener murah, cuman saya punya sakit gastroenteritis, jadi kebanyakan pepaya bisa bikin saya cret crot pret dan kebanyakan jeruk bisa bikin maag kambuh. Kalau semangka sih saya emang kurang suka (soalnya suka terbayang adegan Sinchan dan mama Misae tembak-tembakan pakai biji semangka dari mulut). Saya juga beli kacang-kacangan/biji-bijian organik untuk camilan seperti chia seed, walnut, cashew alias mete, pistachio, almond, aneka dry fruits. Mahal? Iya. Tapi biji-bijian ini mengandung jauh lebih banyaaak protein dan gizi dibandingkan ngemil keripik dengan micin yang jumlahnya ajubile, yang kalorinya lebih dari 500kkal sebungkus.
3. Stay hidrated. Saya rajin mengiris lemon yang dicampur dengan air dan madu, masukin aja di botol dan kamu bisa refill terus untuk dikonsumsi sepanjang hari. Supaya nggak bosan saya kadang mengganti lemon dengan daun mint. Paling enak kalau dingin-dingin. Saya juga rajin minum air kelapa murni (bukan yang udah campur sirup, susu apalagi kolang kaling) sekitar 2-3 kali seminggu. Percayalah ketika sudah rutin minum ini, badan kita akan terasa sangat ringan. Kadang kalau lagi lembur dan banyak kerjaan saya mulai ngopi 2-3 hari berturut-turut tanpa meminum ‘ramuan’ sehat ini, kerasa banget lho badan kaya beraaaattt gitu.
4. Kalau masak mi instan, jangan lupa airnya diganti. Coba deh, di air rebusan itu pasti keruh dan kayak ada minyaknya gitu. Itu pengawet. Lebih baik untuk kuah kamu rebus air ulang, baru campur sama bumbu dan mi. Kebiasaan ini saya lakukan sejak 7 tahun lalu, dan sekarang saya bisa dengan mudah mengenali mie yang kuahnya pakai air rebusan sama air baru. Rasanya di perut akan sangat berbeda, bahkan sampai seharian efeknya di tubuh bakal kerasa.
5. Mengganti bahan makanan. Saya membatasi makan ayam ras dan lebih memilih ayam kampung yang organik atau burung (eh?!). Saya mengganti gula pasir ke brown sugar. Untuk garam dapur saya ganti ke garam Himalaya. Saya juga beralih ke susu nabati dan krimmer non dairy, V-Soy is my favorite one (ini karena saya aware dengan produk-produk hewani yang melibatkan animal abuse). Untuk minyak, saya menggunakan minyak sayur yang dibuat dari jagung, kedelai, bahkan kanola.
Nah, soal minyak ini saya akan bahas sedikit lebih dalam (terima kasih kepada anda yang masih membaca sampai di paragraf ini). Minyak-minyak yang saya sebutkan di atas emang harganya mehong, 4 sampai 5x lipat lebih mahal dari harga minyak sawit. Kenapa saya beli? Karena saya mau meminimalisir konsumsi minyak sawit saya. Loh, emangnya harus?
Indonesia sampai saat ini masih tercatat sebagai produsen kelapa sawit terbesar. Tentu saja produknya bukan cuma minyak. Ada pula kosmetik dan makanan. Sampai sekarang saja saya tidak mengkonsumsi Nuttela (meski ada klaim bahwa mereka menggunakan sustainable palm oil). Namun di Indonesia sendiri jumlah konsumsi minyak kelapa sawit tergolong masih sangat tinggi. Karena banyaknya permintaan, itulah kenapa bisnis kelapa sawit makin menggila.
Saya pernah menulis ini facebook pribadi (sekarang udah nggak dipakai), dan seseorang komen, “Terus gimana nasib para penjual gorengan? Mereka masih pakai minyak sawit untuk bertahan hidup. Silahkan saja pakai minyak-minyak buatan amerika dan eropa yang anda agungkan itu!”
Buset. Kalau para amang dan acil gorengan masih pakai minyak sawit, ya nggak apa.
Kalau Anda masih mau pakai minyak kelapa sawit, silahkan. Tidak ada yang melarang. Poinnya disini bukanlah mengajak kamu menghentikan/memboykot minyak kelapa sawit. Hanya bagi saya, kita bertanggung jawab atas semua hal yang kita konsumsi, bukan hanya untuk diri kita sendiri namun juga untuk masyarakat dan dunia. Saya berbicara di banyak forum internasional tentang betapa perkebunan kelapa sawit menciptakan konflik berkepanjangan dan kerusakan lingkungan besar-besaran di Kalimantan. Saya tahu banyak kasus landgrabbing dan kriminalisasi masyarakat adat yang dilakukan perusahaan sawit. Saya punya data bahwa 50% titik api terletak di area konsesi perkebunan kelapa sawit, dan polanya terus berkembang setiap tahun. Saya berkata dengan tegas kepada public international, “Watch and mind your palm oil consumption!” Apa jadinya jikalau saya sendiri justru tidak mengawasi konsumsi saya sendiri?
Ada banyak yang berkomentar, “Nggak usah sok-sokan benci perusahaan sawit, kamu sendiri masih goreng tempe pakai minyak sawit di rumah.”
Justru itu, sekarang saatnya kita lakukan perubahan. Makanya saya udah jarang goreng tempe tapi dipanggang aja pakai Happy Call.
Ada juga cetusan kaya gini, “Yang lain kan juga pakai minyak sawit, ya udah nggak apa kita pakai juga kan nggak terlalu berpengaruh juga.”
Salah, itu ngaruh banget. Karena semua orang berpikir bahwa tindakannya tidak signifikan, makanya nggak ada yang peduli.
Kita semua harus mengambil langkah kecil. Even the smallest can change the world.
Bisa mulai dengan tidak menarik berlembar-lembar tissue hanya untuk membuang ingus yang sekali hooossshh! udah keluar secara komplit dari lubang hidung terdalam.
Bisa mulai dengan membawa bakul/kantung belanjaan sendiri, atau menggabung semua belanjaan di satu kantung plastik saja tanpa perlu terlibat drama sama acil sayur yang ngotot ngasih plastik lebih.
Bisa mulai dengan menggunakan bagian belakang kertas HVS bekas untuk menulis goal maupun orat oret draft tulisan, hitung-hitungan dan memo.
Bisa mulai dengan membawa botol air dari rumah dan tidak memesan air mineral botol saat di restoran melainkan hanya air es dalam gelas.
Bisa mulai dengan mengatakan, “Mas, teh es nya jangan pakai sedotan ya.”
Intinya? Semoga kita semua berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan bertanggung jawab, baik kepada diri kita sendiri maupun kepada masyakarat dan dunia. Sip.
STAY HEALTHY!
ps: Tolong jangan tanyakan soal poni.