WOMAN WHO CRIED THE RAINBOW

Pada jaman dahulu kala ada seorang gadis yang kaya, cerdas dan cantik. Ia baik hati, ramah dan disukai semua orang. Dia memiliki keluarga dan para sahabat yang menyayanginya. Seluruh kehidupannya sempurna kecuali satu hal, sang gadis memiliki bercak merah pada kulit wajahnya sejak lahir. Gadis tersebut sangat malu dan sedih. Meski tidak ada yang pernah menghinanya, ia merasa dirinya sangat jelek sehingga setiap kali menatap cermin ia selalu menangis. Namun ketika ia berada di hadapan Segala cara sudah dicoba dan berbagai macam pengobatan sudah dilakukan namun tidak ada satupun yang berhasil menghilangkan bercak merah itu. Suatu ketika ia bertemu dengan seorang tabib perempuan. Sang tabib berkata, “Aku bisa membuatkanmu obat untuk menghilangkan bercak tersebut, namun kau harus menjalani pengobatan di hutan selama 5 tahun, dan tidak boleh keluar terkena sinar matahari sedikitpun.”

Tanpa pikir panjang, gadis itu setuju. Dengan kekayaannya ia membangun sebuah rumah megah di tengah hutan dan menyiapkan semua kebutuhan seperti makanan, air dll untuk lima tahun.

“Lima tahun hanya sebentar,” pikirnya. “Saat aku kembali nanti tanpa bercak merah diwajah, hidupku akan benar-benar sempurna dan aku akan menjadi benar-benar bahagia. ” Ia kemudian tinggal disana dan tidak pernah sekalipun keluar dari rumah mewahnya.

Lima tahun berlalu, Bercak merah di wajah si gadis telah hilang tanpa bekas. Dengan bersemangat ia segera mengemasi barang-barangnya untuk pulang ke kota. Sesampainya di kota, ia tidak menemui seorangpun. Para penjahat rupanya datang dan menghancurkan kota. Orang-orang miskin dijadikan budak dan para orang kaya dirampok. Gadis-gadispun diculik dan dijual. Kebakaran besar menghanguskan semua ladang penduduk sehingga tidak ada lagi bahan makanan tersisa. Ayahnya terbunuh saat berusaha melawan perampok, dan para sahabat dan kerabatnya memutuskan untuk pergi ke kota lain.

Gadis itu menangis. Semua mimpinya akan masa depan yang bahagia telah hancur. Dia mengambil tanah liat merah dan menggosok-gosokan ke wajahnya sambil terus menangis. Perlahan-lahan airmatanya berubah menjadi warna biru karena dukanya. Muncul pula rasa marah kepada perampok dan ingin membalas dendam, sehingga air matanya berubah menjadi merah. Ia menyesal telah meninggalkan para sahabat dan keluarganya, dan airmatanya berubah berwarna coklat. Namun ada rasa syukur, karena ia terluput dari kekejaman perampok yang menjual para gadis. Airmatanyapun berubah berwarna jingga. Bagaimanapun juga ia sangat kesepian. Ia tidak tahu apakah ia harus senang atau sedih. Demikianlah warna airmatanya terus berubah seiring dengan berbagai emosi yang ia rasakan.

5177654A-2088-494E-8EBB-8421EB2F7547.JPG

Manusia selalu berusaha membuang hal yang ia tidak suka. Gadis itu telah membuang bercak merah dari kulit wajahnya, tetapi ia tidak bahagia. Apakah semua akan berubah kalau saja dulu ia membuat pilihan yang berbeda?

Tidak ada pilihan yang sempurna. Kadangkala hal baik dan hal buruk bisa datang bersamaan. Penyesalan, kesedihan dan rasa syukur bisa melebur dalam tetesan airmata yang sama, dan hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang menghargai hidup, meski hidup itu sendiri tidak sempurna.

Story by Emmanuela Shinta

Painting by Emmanuela Shinta

C1C5681D-F575-4898-A0EE-9005611FE9FD.JPEG
Emmanuela Shinta1 Comment