TAGIHAN SUDAH LUNAS

Ini adalah tahun yang baru dan saya sangat berharap segala sesuatu dalam hidup saya diperbaharui. Salah satu aspek kehidupan yang saya harapkan berkembang, mengalami terobosan dan tentunya menerima ‘anggur baru’ , yaitu dalam hal finansial. Seiring dengan bertambahnya visi yang Tuhan berikan dan semakin banyaknya proyek Sorga yang harus dikerjakan, saya harus benar-benar serius agar menjadi hamba dengan kualitas stewardship yang terbaik. Saya selalu ingat bahwa seorang guru rohani pernah mengajarkan bahwa kita harus selalu ingat bahwa kita ini adalah kasir, bukan pemilik. Meskipun nampaknya itu adalah ‘uang kita’, yang diperoleh dengan ‘jerih payah’, sesungguhnya harta kekayaan adalah aset sorga yang Tuhan percayakan. Kita bertanggung jawab kepada Tuhan untuk mengelolanya semaksimal mungkin dan dengan penuh integritas. 

Sesungguhnya saya masih jauh dari kata ‘mapan’ secara mata dunia. Saya tidak punya tabungan, aset atau apapun itu. Seluruh uang yang saya hasilkan sejak lulus kuliah digunakan untuk mengerjakan visi. Saya berinvestasi banyak untuk bangunan visi dan mengumpulkan harta di sorga dimana ngengat dan pencuri tidak bisa merusaknya, demikian yang saya percayai. Hanya saja di usia yang sekarang, saya mulai sedikit cemas tentang masa depan. Tentunya saya percaya bahwa Tuhan menjamin kehidupan dan masa depan dari orang-orang yang melayani-Nya, namun tidak bisa dipungkiri bahwa sisi manusiawi saya terusik. 

Itulah kemudian saya bertekad untuk mulai mencatat setiap rupiah yang saya keluarkan. Ketika saya mulai tracking pengeluaran selama Januari 2020, saya sungguh amat sangat terkejut bahwa pengeluaran saya ternyata hampir mencapai 10 juta.

“What the heck….”

Wow, betapa angka tersebut sangat mengagetkan. Somehow segala sesuatunya masih make sense karena  angka tersebut sudah termasuk modal bisnis. Hanya saja saya mendeteksi ada beberapa pengeluaran yang tidak perlu, seperti belanja di A*famart yang nilainya hampir 300 ribu. Tetap saja biaya bulanan seperti listrik, internet, website, beras, gas dan lain-lain menghabiskan jumlah yang tidak sedikit. Saya tertegun sebentar, berpikir keras bagaimana cara menekan pengeluaran sehari-hari. Sebuah ide berkelebat di kepala.

“Shinya, kamu akan makan pisang dan ubi selama empat hari dalam seminggu. Hari kelima bisa makan mie dan kimchi.” 

Terdengar menyedihkan, namun saya sudah bertekad. 

Urusan perut bukanlah perkara yang luar biasa. Saya sudah terbiasa puasa, baik karena alasan rohani maupun karena perjalanan-perjalanan luar negeri yang mengharuskan saya untuk bertahan dengan semua jenis makanan yang ada. Bagaimanapun juga, kebutuhan bulanan seperti tagihan listrik, internet dan tentu saja beras untuk anak-anak bulu saya harus tetap menjadi prioritas. Meskipun tenggat waktu pembayaran tanggal 18, saya selalu membayar semua tagihan di awal bulan. Sebelum kemudian melanjutkan catatan keuangan untuk bulan Februari, saya memutuskan untuk membayar listrik dan internet saat itu juga melalui mobile banking. 

Tak tik tok, tak.. tok…

Tagihan listrik Februari muncul. Saya menekan pilihan untuk membayar dan memasukkan pin. Biasanya akan muncul pemberitahuan “transaksi sudah berhasil.” Namun kali ini muncul sebuah pemberitahuan yang berbeda. 

‘Tagihan sudah lunas.’

Saya mengerutkan kening. Saya mencoba kembali memasukan IDPEL. Jumlah tagihan muncul dan saya melakukan transaksi. Tetap gagal. Pemberitahuan yang sama muncul, tagihan sudah lunas. 

Saya penasaran. Saya kemudian mengecek inbox dari transaksi terakhir pembayaran PLN. Jelas tertulis disana transaksi saya dilakukan bulan Januari untuk listrik bulan Januari. Jumlah nominal yang tertera pun berbeda dengan tagihan Februari yang muncul. Artinya, saya memang belum membayar tagihan bulan Februari. Entah kenapa, kok bisa tagihannya sudah lunas?

Roh Kudus seketika mengingatkan saya akan sebuah ayat.

“… Akan tetapi Bapamu yang disorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.” (Matius 6:32b)

Firman ini menampar saya cukup keras hingga saya tersadar kelalaian saya. Saya hanyut dalam kekuatiran sehingga tanpa sadar saya membuka pintu kepada keraguan. Hanya memikirkan sebuah tindakan ‘rohani’ yang didasari oleh kekuatiran saja rupanya sudah merupakan gangguan ‘noise’ pada frekuensi roh saya. Puji Tuhan, Dia tidak membiarkan saya dan segera turun tangan dengan berkata, “Tagihan sudah lunas!”

Secara dunia kita punya banyak tagihan; listrik, air, internet, pulsa…, belum lagi kartu kredit, cicilan motor/mobil/rumah, asuransi BPJS dan lain-lain. Setiap bulan kita bekerja dan menyisihkan uang untuk membayar tagihan-tagihan tersebut. Fokus kita ada pada ‘membayar’.  Hari-hari kita dipenuhi dengan kalimat, “Aku harus membayar…..(Silahkan lanjutkan sendiri).” Kita selalu memastikan bahwa saldo kita cukup untuk membayar semua tagihan itu. Tentu saja hal-hal ini bukanlah dosa, apalagi kalau memang kebutuhan. Namun apabila semua tagihan ini menjebak dan mengubah  gaya hidup kita menjadi  penuh kekuatiran, tentunya ada hal yang salah.

Yesus berkata bahwa Bapa mengetahui apa yang kita perlukan dan Dia akan memenuhinya. Tuhan tahu Israel membutuhkan makanan di padang gurun, dan Dia tidak pernah terlambat menurunkan roti dari sorga untuk mereka kumpulkan. Tentu saja ini tidak termasuk hal-hal ‘extra’ yang kita inginkan namun sebenarnya tidak diperlukan. Baiknya Tuhan, seringkali bahkan Dia memberikan apa yang menjadi keinginan hati kita! 

Kata-kata ‘Tagihan sudah lunas’ benar-benar tertancap dalam hati saya. Tentu saja saya tidak perlu kuatir dengan saldo bank account saya, karena ada saldo sorga yang tidak akan pernah habis dan selalu siap untuk memenuhi semua yang saya butuhkan! Selain itu, bukankah Tuhan Yesus memang sudah membayar semuanya secara penuh ketika Ia berkata, “sudah selesai” ?

Selayaknya sekarang kita hidup bukan untuk dunia, bukan untuk menjadi hamba manusia dan juga bukan untuk menyenangkan diri sendiri, melainkan untuk memuliakan Tuhan!

Saya mencoba membayar lagi, dan tetap saja, tagihannya sudah lunas. Ya sudah, Thanks a lot, God!

Screenshot_2020-02-09-21-06-31.jpg
Emmanuela Shinta1 Comment